***** PAGUYUBAN KELUARGA BESAR PARA PRAJURIT TNI-POLRI PONDOK AFI - SATU HATI SA SATU JIWA SATU KORSA *****

Selasa, 02 Januari 2018

Kisah Samurai Jepang marahi pejuang Indonesia yang pengecut

Rahmat Shigeru Ono adalah mantan tentara Jepang yang kemudian memihak pasukan Indonesia. Dia mengajari para pemuda Indonesia untuk bertempur mempertahankan kemerdekaan dari serangan Belanda.

Pemuda yang dilatih Rahmat adalah pemuda desa. Kebanyakan sama sekali belum pernah menimba ilmu kemiliteran. Banyak kisah menarik soal Rahmat Ono dan pasukan gerilya yang dipimpinnya.

Ceritanya tanggal 17 Juni 1947, Letnan Rahmat Shigeru Ono mengintai posisi markas tentara Belanda di Mojokerto. Pasukannya berada dalam kondisi siap tempur membidik pasukan musuh.

Begitu Rahmat Ono memberikan komando menyerang, suara tembakan gencar memecah kesunyian pagi. Tentara Belanda langsung memberikan serangan balik. Rentetan senapan otomatis menyalak galak dari markas musuh.

Namun Rahmat Ono terkejut. Di tengah desingan peluru, kenapa tidak ada suara tembakan lagi dari pasukan Indonesia. Dia menengok ke belakang. Betapa kagetnya mantan sersan Jepang ini melihat seluruh pasukan Indonesia yang dipimpinnya sedang bersembunyi ketakutan di dalam lubang persembunyian.

Rahmat Ono murka melihat kepengecutan pasukannya. Dia berteriak marah di tengah desingan peluru.

"Ayo dengar suara tembakan dengan baik. Jika suaranya pyuu pyuu itu suara tembakan ke atas, masih aman. Jika suaranya buzt buzt itu tembakan ke depan. Berlindung, jangan keluar dari lubang persembunyian," teriak Rahmat.

Dia berhasil mengusir ketakutan para pemuda. Pelan-pelan anak buahnya mulai berani memberi tembakan balasan.

Pertempuran berlangsung seru. Tiba-tiba terdengar suara menggelegar. Pohon di belakang Rahmat Ono roboh. Sadarlah dia, Belanda ternyata memiliki artileri.

Serangan meriam Belanda itu kemudian menghantam lubang perlindungan sahabat Rahmat Ono, Abdul Majid Yamano. Rahmat sempat panik. Dia berlari ke arah lubang tersebut dan berteriak "Yamano.. Yamano.."

Lubang perlindungan sudah tertutup tanah. Dia melihat ada seorang yang terkubur tanah akibat ledakan. Cuma terlihat mata dan mulut saja. Digalinya tanah itu, ternyata Abdul Majid Yamano. Untungnya Yamano masih hidup saat terkena peluru meriam. Rahmat merasa sangat bersyukur.

Cobaan belum selesai. Dalam serangan itu, pasukan Indonesia masih bisa bertahan karena mereka punya Jukikanju atau senapan mesin berat. Dalam sebuah pertempuran, senapan mesin berat ibarat jantung pasukan.

Nah, tiba-tiba Jukikanju tersebut macet. Tak ada jalan lain, pasukan pun terpaksa mundur.

Rahmat berpesan agar Jukikanju beserta kakinya dibawa mundur, jangan sampai ditinggal. Namun betapa marahnya dia saat mengetahui kaki Jukikanju itu tertinggal. Dia marah besar. Tanpa kaki penyangga, senapan mesin berat itu tak bisa digunakan lagi.

"Kalau tidak menghargai senjata seperti ini, pasti Indonesia tidak akan bisa merdeka. Saya akan mengambil kaki senjata ini, karena tidak boleh jatuh ke tangan tentara Belanda," kata Rahmat pada pasukannya.

Saat Rahmat hendak berangkat seorang diri, Abdul Majid Yamano mau ikut. Rahmat terharu karena itu misi bunuh diri. Untuk apa dua orang mati. Tapi Yamano tak mau mundur. Lewat perjuangan keduanya berhasil membawa pulang kaki senapan mesin tersebut.

"Ini bentuk kesetiakawanan antartentara. Tuhan membantu kita dan kita bisa selamat membawa kaki senjata itu," kenang Rahmat penuh haru.

Tapi dia juga mengenang kejadian itu sebagai sesuatu yang lucu. "Saking marahnya saya waktu kaki juki tertinggal, saya marah-marah pakai bahasa Jepang. Coba di antara para pemuda itu, siapa yang mengerti bahasa Jepang," kenang Rahmat Ono geli.

Kisah hidup Ono kemudian dituliskan menjadi buku oleh Eiichi Hayashi. Di Indonesia buku ini berjudul Mereka Yang Terlupakan, Memoar Rahmat Shigeru Ono. Diterbitkan Ombak tahun 2011.

Samurai Jepang ini meninggal dunia di Batu Malang, Senin (25/8/2014) lalu. Dia adalah prajurit terakhir Jepang yang pernah tinggal dan membela Indonesia mempertahankan kemerdekaan. 

Sumber  : Merdeka.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kisah Mbah Soegito, Ditangkap Belanda dan Disiksa Demi Indonesia

Soegito (90), seorang kakek yang tinggal di rumah kuno di Jalan Kesatrian G27 Semarang ini masih ingat betul suara desingan senapan dan te...